MENGAPRESIASI PUISI "MEMBACA TANDA-TANDA KARYA TAUFIK ISMAIL
MENGAPRESIASI
MUSIKALISASI PUISI
Oleh: Muhammad Anwar
Membaca Tanda-Tanda
karya:
Taufik Ismail
Ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela
jari kita
Ada sesuatu yang mulanya
tidak begitu jelas
tapi kita kini mulai
merindukannya
Kita saksikan udara abu-abu
warnanya
Kita saksikan air danau
yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak
lagi berkicau pergi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam
didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata
Kita telah saksikan seribu
tanda-tanda
Bisakah kita membaca
tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan
hama
Kami telah dihujani api dan
batu
Allah
Ampunilah dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca
tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang
rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat
sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang
mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai
merindukannya
Kita sudah tahu bahwa
Taufik Ismail adalah suatu penyair yang hingga kini karya-karya masih digemari
atau disukai oleh orang-orang, karena dalam karya-karyanya mengandung arti yang
sangat bagus dan mendalam. Seperti halnya dalam sebuah pementasan musikalisasi
puisi, yaitu puisi karya Taufik Ismail “Membaca Tanda-Tanda” yang dibawakan
Paradoks di Gedung Pusat lantai 7 Universitas PGRI Semarang pada hari Kamis, 08
Maret 2018 yang diselenggarakan oleh Teater Gema Universitas PGRI Semarang.
Menurut
saya puisi tersebut sangat mendalam karena dalam semua baitnya mempunyai makna
yang sangat baik, yaitu Ada
sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan/dan meluncur lewat sela-sela jari kita/Ada sesuatu yang mulanya tidak begitu jelas/tapi kita kini mulai merindukannya/Kita saksikan udara abu-abu warnanya/Kita saksikan air danau yang semakin surut
jadinya/Burung-burung kecil tak lagi berkicau pergi hari/Hutan kehilangan ranting/Ranting kehilangan daun/Daun kehilangan dahan/Dahan kehilangan hutan/Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan
karbon dioksid itu menggilas paru-paru/Kita saksikan/Gunung
membawa abu/Abu membawa batu/Batu membawa lindu/Lindu membawa longsor/Longsor
membawa air/Air membawa banjir/Banjir air mata/Kita telah saksikan seribu tanda-tanda/Bisakah kita membaca
tanda-tanda?/Allah/Kami telah membaca gempa/Kami telah disapu banjir/Kami telah dihalau api dan hama/Kami telah dihujani api dan batu/Allah/Ampunilah dosa-dosa kami/ Beri kami kearifan membaca tanda-tanda/Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari
tangan/akan meluncur lewat sela-sela jari /Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas/tapi kini kami mulai merindukannya/. Dalam bait tersebut saya dapat mengambil makna
yaitu tentang penyesalan manusia yang telah berdosa yang telah diberikan sebuah
kenikmatan di dunia tetapi sebaliknya kita justru merusak kenikmatan tersebut, telah
diberikan dunia yang nyaman tetapi kita merusak kenyaman tersebut dengan
hal-hal yang kecil yang dilakukan oleh tangannya sendiri, sehingga Allah
memberikan sebuah balasan akan apa yang telah dilakukan manusia yaitu sebuah
bencana agar manusia itu sadar atas perbuatannya. Dalam makna yang dapat saya
tangkap dari puisi tersebut juga terdapat sebuah penyesalan manusia yang mulai
muncul dan manusia itupun mulai meridukan kenyaman yang dulu telah diberikan
Allah.
Dengan hal tersebut mungkin saya
akan memberikan sebuah pesan, janganlah kalian merusak apa nikmat yang telah
diberikan oleh Pencipta kita dengan hal sekecil apapun sebelu semua menjadi
penyesalan. Jaga dan rawatlah dunia kita karena kita masih membutuhkan dunia,
ini sebuah pesan dari pendapat saya jika kalian berpendapat lain silakan.
Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar